Tahun 2024 jadi tahun yang penuh momen besar bagi Jakarta. Meski tidak lagi jadi ibu kota, Jakarta tetap punya peran sentral sebagai epicentrum politik, ekonomi, dan budaya Indonesia. Gedung-gedung tinggi, mal-mal megah, dan kehidupan kota yang dinamis tetap bikin Jakarta vital banget buat perekonomian nasional.
Di tahun ini juga, Jakarta bakal ngadain pesta demokrasi buat milih pemimpin baru. Ada tiga pasangan calon yang udah terdaftar, tapi artikel ini tidak membahas mereka, melainkan berbagai isu krusial di Jakarta yang masih harus kita hadapi. Yuk, kita bahas satu-satu!
1. Sulitnya Dapat Hunian Layak dan Terjangkau
Harga tanah di Jakarta bikin geleng-geleng kepala. Bayangin aja, harga tanah udah mencapai Rp12,4 juta per meter persegi, sementara gaji UMR sekitar Rp5 juta. Kalau nabung seluruh gaji tanpa dipakai sama sekali, kita perlu minimal 10 tahun buat beli rumah sederhana ukuran 50 meter persegi. Kayaknya, perlu dua kali reinkarnasi baru bisa kebeli, nih!
Masalah hunian tidak cuma dirasain milenial dan Gen Z aja. Menurut SUSENAS 2023, cuma 38,80% rumah tangga di Jakarta yang punya akses ke hunian layak. Dari 10 juta penduduk, cuma 56,57% yang punya rumah sendiri. Parahnya lagi, sekitar 2 juta rumah tangga tinggal di lingkungan yang tidak layak, tersebar di 181 dari 261 kelurahan.
Referensi : Harga Tanah di Jabodetabek Naik Nyaris Lima Persen per Tahun, https://webapi.bps.go.id
2. Badai Pengangguran di Kota Global
Jakarta lagi naik kelas jadi kota global lewat UU Nomor 2 Tahun 2024, yang di satu sisi bisa mendorong ekonomi, tapi di sisi lain bikin ancaman baru: pengangguran. Investasi asing dan perusahaan multinasional bikin persaingan kerja makin ketat. Kalau warga lokal nggak punya skill yang memadai, bisa-bisa mereka tersingkir.
Di tahun 2023, dari 10,67 juta penduduk Jakarta, sekitar 50,8% adalah angkatan kerja, dan tingkat pengangguran terbuka ada di angka 6,53%** atau sekitar 328.000 orang.
3. Ketidaksetaraan Akses Pendidikan
Sekolah negeri di Jakarta memang punya nama, tapi angka putus sekolah masih tinggi banget. Pada tahun 2022, lebih dari 75 ribu anak terpaksa putus sekolah, bikin Jakarta jadi provinsi dengan angka putus sekolah tertinggi di Indonesia. Sistem zonasi PPDB juga belum efektif karena daya tampung sekolah negeri terbatas. Di 267 kelurahan, ada 86 kelurahan yang tidak punya SMP, dan 168 kelurahan tanpa SMA.
Program seperti KJP Plus sudah membantu, tapi belum cukup buat ngatasi masalah ini. Ketidaksetaraan akses pendidikan, terutama di daerah kumuh, masih terjadi. Selain itu, pemangkasan anggaran KJMU bikin makin sulit buat warga lanjut ke pendidikan tinggi.
Referensi : KJMU Jadi Polemik akibat Pemotongan Anggaran, https://news.detik.com/berita/d-6830457/dprd-dki-soal-ppdb-masalah-daya-tampung-sekolah-negeri-masih-kurang, https://databoks.katadata.co.id/pendidikan/statistik/b0e0a4aafb39df3/angka-putus-sekolah-murid-sd-di-jakarta-tertinggi-nasional
4. Kemacetan Jakarta: Masih Sulit Dihindari
Meski peringkat kemacetan Jakarta turun, waktu tempuh di jalan justru makin lama. Menurut survei TomTom 2023, buat jarak 10 km, perlu waktu 23 menit 20 detik, naik 40 detik dari tahun sebelumnya. Lonjakan kendaraan bermotor yang mencapai 21,9 juta unit pada 2023 jadi penyebab utamanya, dan 79% komuter masih pakai kendaraan pribadi.
Meski transportasi publik udah mencakup 96,1% penduduk, banyak yang ogah beralih karena dinilai kurang praktis dan waktu tunggu lama. Masalah first mile dan last mile serta pengelolaan Mikrotrans juga belum optimal.
5. Udara Jakarta Makin Tidak Sehat, Sampah Menumpuk
Langit biru di Jakarta udah jarang banget terlihat. Polusi udara makin parah, dengan konsentrasi PM2.5 meningkat 48,6% dari 2017, jadi 43,8 μg/m³ pada 2023. Polusi ini muncul dari emisi kendaraan, cuaca panas, dan polusi yang datang dari luar Jakarta. Meski ada dorongan penggunaan kendaraan listrik, penggunaannya masih belum maksimal.
Selain itu, Jakarta menghasilkan 7.500 ton sampah setiap hari, dan tumpukan di TPST Bantargebang udah setara gedung 16 lantai! Solusi seperti PLTSa dan Pulau Sampah masih terhambat, dan butuh perhatian serius dari pemerintah.
Referensi : https://rendahemisi.jakarta.go.id/article/174/dampak-polusi-udara-bagi-kesehatan-warga-jakarta, https://nasional.tempo.co/read/1883141/dinas-lingkungan-hidup-dki-jelaskan-penyebab-kualitas-udara-buruk-di-jakarta
Penutup
Jakarta memang nggak lagi jadi ibu kota, tapi tantangan yang dihadapinya masih berat. Mulai dari masalah hunian, pengangguran, akses pendidikan, kemacetan, hingga polusi udara dan sampah, semuanya butuh solusi yang nyata dan terintegrasi buat masa depan Jakarta yang lebih baik.
Penulis : Pristian Alaika, Wakil Ketua Kebijakan Publik dan Hikmah PC Pemuda Muhammadiyah Kebayoran Lama